RS Airlangga Kekurangan Tenaga Medis


SURABAYA – Setelah menjalani proses pembangunan selama empat tahun sejak 2007, Rumah Sakit Airlangga (RSA) akhirnya rampung dan dibuka secara resmi, Selasa (14/6) hari ini. RS yang menelan dana Rp 400 miliar itu ternyata masih kekurangan tenaga medis.

Dirut RSUA Prof dr H. Muh Dikman Angsar mengatakan, saat ini rumah sakit tersebut masih memiliki 92 tenaga dokter, termasuk dua dokter umum dan satu dokter gigi. Sedangkan untuk dokter spesialis setengah di antaranya masih menjalani pendidikan, dan setengah lainnya sudah lulus.“Tujuan didirikannya rumah sakit ini adalah untuk mendukung penelitian dan sarana praktik bagi calon-calon tenaga medis yang mengenyam pendidikan di Universitas Airlangga Surabaya,” kata Dikman, Selasa (14/6).

Sedangkan untuk mengatasi kekurangan tenaga bidan, kata dia, RSA berencana mengontrak tenaga bidan dari luar lingkungan Universitas Airlangga. Sementara,untuk perawat yang tersedia masih sekitar 26 orang lulusan S1 dan dua orang lulusan D3.

“Mereka banyak yang diambil dari Fakultas Keperawatan Unair,” paparnya.

Selain untuk kebutuhan pendidikan para mahasiswa kedokteran Universitas Airlangga pada soft openingnya kali ini, RS yang memiliki luas total 40.000 meter persegi dan terdiri dari 8 lantai juga diharapkan bisa menjadi rumah sakit kepercayaan masyarakat.

“Rumah sakit ini juga diharapkan akan menjadi percontohan bagi universitas lainnya yang akan berencana membangun rumah sakit di lingkungannya,” katanya.

RSA, kata dia, tidak akan berhenti pada rumah sakit pendidikan saja. Tapi juga ingin menjadi rumah sakit kepercayaan masyarakat. Ke depannya RSA akan terus meningkatkan pelayanan mulai dari fasilitas parkir hingga peralatan kesehatan hingga tenaga medis terutama dokter spesialis,dokter gigi dan tenaga bidan.

“Sedikit demi sedikit kekurangan itu akan terpenuhi seiring dengan beroperasinya RSA,” janji Dikman.

Alat kesehatan yang sudah tersedia dan siap digunakan adalah CT Scan, Cath Lab, Fluroskopi dan peralatan lainnya. Total untuk peralatan kesehatan tersebut mencapai 39 milyar.

“Kami juga sedang mengusulkan untuk keberadaan ambulance sebanyak tiga unit, mudah-mudahan bisa segera direalisasikan sebelum beroperasi Juni mendatang,” tambahnya.

Dikman menjelaskan pihaknya masih belum mengetahui apakah RSP Unair tersebut nantinya juga akan mendapatkan subsidi dari pemerintah. Namun menurut peraturan, setiap rumah sakit pemerintah diwajibkan untuk menerima pasien miskin dari Jamkesmas sebesar 20 persen. Persoalan tarif sedang dibicarakan dengan pihak Kementrian Kesehatan.

“Sedang kita pertimbangkan dengan Kemenkes, namun sistemnya mungkin semi private karena ini adalah rumah sakit pendidikan,” katanya.

Sistem semi private yang dimaksud adalah tarif pasien yang dikenakan akan dihitung sesuai kemampuan pasien. Terlebih lagi, sebagai rumah sakit pendidikan dokter yang bertugas sanat dimungkinkan membawa pasien dari luar. Selain pasien tersebut mendapatkan pengobatan, nantinya pasien tersebut akan menjadi bahan rujukan pembelajaran bagi mahasiswa yang sedang menempuh praktikum.

“Karena disini adalah sebagai tempat belajar juga jadi semuanya akan kita berikan contoh yang baik dan benar. Sehingga tingkat kesalahannya tidak boleh ada,” ujarnya.

Di Indonesia, ada beberapa Universitas yang mendapatkan suntikan dana untuk membangun RSP. Selain Unair, Univeritas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) juga membangun rumah sakit serupa. Kedua perwakilan Universitas tersebut sebelumnya melakukan kunjungan ke RSP Unair untuk melakukan studi banding.

Dikman juga menepis anggapan bahwa kehadiran RSUA akan menjadi rival RSU dr. Soetomo yang sebelumnya sebagai tempat referensi dan praktek mahasiswa Fakultas Kedokteran Unair.

“Tidak ada persaingan, kami justru akan bekerjasama agar bisa mencetak tenaga-tenaga medis yang berkualiatas yang nantinya bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat,” tuturnya.

Selain itu dengan adanya RSUA yang dilengkapi dengan fasilitas peralatan kesehatan dan tenaga medis yang ahli di bidangnya sekaligus untuk meyakinkan masyarakat khususnya di Surabaya agar tidak perlu berobat ke Singapura.

“Untuk fasilitas dan tenaga medis RSUA mampu bersaing dengan rumah sakit luar negeri baik dari sisi pelatan, tenaga medis dan biaya,” katanya.

sumber surabayapost

Related Post